Menjadi seorang Penerima Manfaat - part 2

by - August 17, 2018

Pernah aku tuliskan sebelumnya disini, bahwa aku adalah penerima manfaat Beasiswa Pemimpin Bangsa oleh Sinergi Foundation. Sebuah program yang dirancang untuk mencetak pemimpin berkarakter melalui program beasiswa yang diberikan selama 8 semester perkuliahan, ditujukan kepada mereka yang memiliki kendala di sektor ekonomi. Setelah membaca tulisan yang aku tuliskan tepat setahun yang lalu itu, asli bikin aku senyam-senyum sendiri. Betapa banyak pelajaran yang dititipkan selama bertahun-tahun aku memiliki predikat penerima manfaat BPB ini. Like, perjalanan menuju ke titik ini sungguh lika-liku dan gak pernah ada di ekspektasi aku sebelumnya.

Lucu aja, baca-baca ulang tulisan yang aku tulis ketika sedang capek-capeknya, dengan emosi dan hikmah yang dicoba dikait-kaitin wkwkwk. And look at us now, we changed a lot! Dari berbagai aspek.

Jika dulu untuk bisa nyampe ke Jatinangor, setiap pagi harus naik angkot dari jam setengah 6 subuh kurang, supaya jam 6 nya bisa ngejar damri di simpang Katamso. Akhirnya, setahunan terakhir kita kedatangan gojek dan grab yang buat kita bisa lebih luang siap-siap ke pool damrinya langsung, gak perlu memperhitungkan lama dan gak pastinya si angkot ngetem. Kalau dulu, untuk naik travel kalo baliknya udah malam harus mikir 1453 kali, tapi sekarang karena paginya kita naik bis gratis, ongkos pagi bisa kita alokasikan untuk biaya travel malamnya. Gak harus motong jatah uang jajan hari esok, gak harus berjam-jam nungguin bis Bandung-Cirebon yang gak datang-datang, atau gak harus ketipu sama mang angkot di terminal Cicaheum yang katanya angkotnya gak bakal ngetem tapi malah nyaris setengah jam berhenti nungguin penumpang yang lain, padahal di waktu yang sama ruang obrolan di LINE sudah penuh sama temen kelompok yang nagihin tugas.

Kita yang jadikan kesempatan itu ada.
Awal sekali masuk asrama beasiswa, teman-temanku masih 'kaget' sama peraturan yang buat kita harus berpakaian islami, apalagi kalo mau datang ke kantor beasiswa. Temenku paling malas dipaksa pake rok, sudah nyaman dengan legging dan jeans-nya. Bukan berarti menolak, dia yang jadikan kesempatan itu ada. Liatlah temanku itu sekarang, sudah cantik di balik gamis dan roknya yang tetap modis. Heran dan gak habis pikir dengan dirinya yang dulu.
Lalu ada lagi, temanku yang lain. Paling senang memakai kerudung paris yang setipis jaringan santan di dapur. Sekarang, doi jadi bosnya produk kerudung syar'i yang udah dibeli sama siapa aja. Allahu akbar!
Satu lagi dari sekian banyak. Temenku yang dulunya paling bocah dan yang paling gak bisa dibilangin, sekarang tetap masih bocah, tapi jadi orang yang paling seneng ngingatin hal kecil yang sering terluput oleh ingatan. Diingatkan agar pakai kaos kaki walau hanya ke warung depan, diingatkan kalau ngelipat kerudungnya kependekan, diingatkan kalau belum dhuha.
Lalu perlahan-lahan, kita yang buat kesempatan berubah menjadi lebih baik itu ada. Kita yang harus cari lingkungan kondusif dan mendukung itu ada. Wait, am I crying?!


please welcome; my hero di pulau Jawa <3

Hal di atas bisa aku tuliskan di laman ini, karena hal yang sederhana.
Beberapa hari yang lalu, mamak bercerita bahwa begitu banyak temannya yang sedang ngos-ngosan nyari biaya pendidikan untuk anaknya yang juga merantau ke pulau Jawa.
Beberapa hari yang lalu pula, om Muksal bertanya soal perkualiahanku. Beliau sudah tidak sabar ingin menjadikan aku apoteker penanggung jawab di apoteknya, alamak!
Beberapa hari yang lalu pula, ketika aku pulang ke rumah minek(re: nenek) di kampung. Bertemu dengan teman bermainku dulu yang sedang kesulitan menyelesaikan skripsinya dan memilih bekerja kasar saja dibanding melanjutkan kuliah.
Beberapa hari yang lalu pula, dengan mata kepala sendiri aku melihat betapa banyak hal yang harus ditingkatkan di Aceh. Sudut pandang dan stigma yang harus diluruskan.

Benar katanya.
Jalan yang jauh, jangan lupa pulang.

Akhir-akhir ini entah mengapa sulit sekali mencari motivasi untuk kuliah dengan giat dan semangat. Namun pulang ke rumah sedikit banyaknya membuat kita sadar akan banyak hal. Soal niatan di permulaan, soal titik-titik hidup yang dicoba hubungkan, soal kebiasaan baik yang dicoba untuk dipertahankan, soal realita yang luput tertangkap oleh mata, soal syukur dan nikmat yang banyak didapatkan, soal ekspektasi dan harapan yang masih digantungkan, soal doa yang selalu menjadi teman di perjalanan.

Untuk bisa tiba di titik ini, ada banyak sekali skenario-Nya yang tidak pernah diimpikan sebelumnya.
Banyak hal yang harus aku syukuri dibandingkan mengeluh karena sedikit rintangan yang harus diperjuangkan. Bisa bertemu dengan orang-orang hebat dan menghebatkan di atas, bisa bersusah-susah menjadi mahasiswa, bisa bertemu dengan segala rupa alur kehidupan yang tidak disangka sebelumnya. Alhamdulillah.



Banda Aceh, sedang liburan.
Semoga selalu menjadi hamba yang syukur,

Alya

You May Also Like

0 comments