Ketemu Pak Presiden (w/ broken english)
Today was extremely one of the best days I've ever had since last 20 years living. Banyak sekali hal yang sekaligus Allah bayar dalam sehari penuh untukku. I feel so blessed and lucky and can't stop praised His kindness (why not everyday!). To make it easier to read, let me make them to severals sub-tittles lah yaa.
Manis itu Buah Sabar
Kemarin aku cukup puas dengan seharian yang well spent dan kerasa produktif. Pagi-pagi aku udah harus ke Kantor SF untuk ngedit video yang footage-nya udah tiba setelah dikirim dari Pulau Kalimantan, tapi aku belum bisa menyelesaikan editan karena siangnya aku dan teman-teman asrama harus ngejar jadwal tes TOEFL yang diselenggarakan gratis oleh sebuah lembaga. Sore tiba, aku dan Dias pun mengejar waktu untuk men-follow up beberapa proposal yang telah disebar beberapa minggu sebelumnya. Alhasil, setelah maghrib, ketika kami dalam perjalanan kembali ke asrama, aku iseng membuka email, teringat kali saja ada email balasan dari para calon sponsor yang masuk ke dalam saringan spam. Dan, di detik itu juga aku takjub dengan email yang masuk dan tidak terbaca olehku. Email dari Lala! Isinya perihal aku yang diberikan kesempatan untuk bisa ikut kegiatan Young on Top National Conference (YOTNC) 2018 di Jakarta, esok harinya. YAP! Aku baca berulang sambil memastikan bahwa bener, acara dimulai pukul 08.00 WIB besok. Terlepas dari pukul berapa acara dimulai, aku senang bukan kepalang. Pasalnya, kesempatan kursi gratis hanya tersedia sebanyak 20 kursi untuk seluruh XLFL se-Indonesia. Ngeliat speaker yang akan hadir, berhasil buatku ngiler dan shalawatan tanpa putus ketika selesai nge-apply diri untuk bisa dipilih ikut ambil bagian. Maka, jangan heran jika aku senang :)
Detik itu juga aku paksa dias untuk memutar haluan, menemaniku membeli tiket transportasi apasaja yang bisa aku pakai untuk tiba di Jakarta. Aku tidak berpikir dua kali, niatku sudah bulat. Baiklah, tiket kereta dipesan untuk keberangkatan 04.15 WIB esok pagi. Malam itu, aku excited bukan main, lelah seharian terbayarkan. Do you ever feel such an unexpected present comes to you without even you expect them before? That feel lah yang I feel :)
Ketemu Pak Presiden
I am not a big fans of Mr. Jokowi, literally yang biasa aja gitu. But today, after realizing I am in the same hall as him, listening to his speech directly and got my hand shaken with his was something!
I am the one who always keep the distances for not to let my skin being touched by someone non mahram (pray for me to be istiqamah in this case). But took a look by your bare eyes that the first person of your country stood exactly in front of you was something. I do regret sooo much for giving such a bad example toward everyone that view my instastory, but at the same time and moment i realize something that flips my lens.
First, it is so hard to be consistent and stand on your principle. But that hardness always tastes good in the end. Since we are living in a place full of examination, in the place we called dunya. No matter how hard, please believe me that bitter in the front is so much little than the regret you will face if you deny your own principle. Even me right now, feel so much regret for giving my hand and let someone non mahram of me touch my skin. So, don’t deny your own principles just for a temporary happiness and an only ‘kesempatan langka’.
Second, I am addicted to the happy-excited-blessed-feeling that I got after know that I stood in front of the first person of the country and even shook his hand. It got me reflect hard towards a question I ever wonder in my own.
'What make people love to chase Jannah just because of their will to meet their God?’
I can’t even let myself remember of my old way of think, how can such questions came to my mind?
source: unsplash.com |
'What make people love to chase Jannah just because of their will to meet their God?’
I can’t even let myself remember of my old way of think, how can such questions came to my mind?
While being able to meet your eyes with the first person of a country make you pride and can’t describe the feeling, what if that happened between me and the president of every president? What kind of feeling will I exactly feel? No surprise, if people I know always catch for the good deeds and hoping to meet their God, Allah SWT, in the best condition.
Allah, how fool I am, and how kind you are to show me the right way with a very smooth warn.
Wong Ndeso.
Lahir dan tumbuh di Aceh lalu akhirnya dapat menikmati suasana kota besar di pulau Jawa adalah sumber insight yang kaya bagiku untuk melihat hidup dari berbagai perspektif. Termasuk berbagai keuntungan yang dimiliki 'orang kota' karena tinggal di tempat yang terjangkau. Teringat sekali, ketika aku masih duduk di bangku SD dan tinggal di dekat stadion terbesar di Banda Aceh. Dalam setahun kira kira hanya ada dua hingga tiga konser yang diadakan di stadion tersebut. Untuk bisa hadir dan melihat artis ibukota manggung merupakan suatu hal yang langka. Tapi, ketika aku menginjakkan kaki di pulau jawa, banyak sekali akses yang terbuka dibandingkan dulu ketika aku masih tinggal di Aceh. Aku dengan gampangnya bisa ke pesantrennya Aa Gym, yang dulu hanya bisa aku angan-angankan dimana letaknya. Lewat perantara Beasiswa Pemimpin Bangsa aku bisa bertemu dengan Pak Sandianga Uno. Kemarin sore, aku dan teman asramaku pun menemukan rumah keluarga besarnya Raffi Ahmad si artis Ibukota yang letaknya cuma 900 meter dari asramaku.
Lalu, hari ini pun aku bertemu dengan orang-orang hebat yang tugasnya bolak-balik masuk stasiun TV untuk berbagi, Presiden RI, CEO dan founder berbagai perusahaan ternama, yang semula hanya bisa aku lihat dari balik layar TV, atau berbekal kuota untuk nge-YouTube. Ketika keputusanku untuk ingin melanjutkan kuliah di pulau jawa dulu tercetus, sungguh aku tidak pernah merencanakan akan bertemu dengan Founder Ruang Guru, CEO Tokopedia atau CEO Garuda Indonesia yang untuk dapat menaikinya saja ketika pulang ke Aceh harus menunggu hingga 3 tahun lamanya. Sungguh banyak sekali hal-hal di luar ekspektasi yang terjadi, dan semuanya adalah bagian dari rencana-Nya.
all of these speakers are crazy! |
Terlepas dari berapa kali setahun artis ibukota manggung di Aceh, aku berpikir lebih jauh tentang betapa sedikitnya anak muda Aceh terekspos dan diberi kesempatan untuk bisa bertemu dengan ‘orang-orang hebat (inter)nasional’ lalu bertukar pikiran dan melihat bagaimana telah berkembangnya dunia. Or, let me expose a lil bit of my dream; ‘Dear Acehnese young, world is revolving more times now, there are still so many homework to do, set yourselves as the one who responsible of it, looking for inspirations as much as you can from people who grow earlier, and one day let me be someone who can represent you as someone who can do something beneficial very well. Don’t let the island be the limit!'
Penonton terkenal.
Pada segmen terakhir acara konferensi nasional tadi, kami diberi kesempatan untuk bisa ikut terlibat dalam syuting program Big Circle Metro TV yang mengangkat tema soal ‘Menjadi entrepreneur atau professional’. Bintang tamu yang hadir benar-benar pembicara yang terbit dari berbagai pahit getir hidup. Secara garis besar, aku menarik beberapa poin kesimpulan dari ketujuh orang yang duduk di atas panggung tersebut.
Pertama, seluruhnya dari mereka pernah gagal, dan belajar dari kegagalannya. Kedua, seluruhnya dari mereka sungguh berusaha dengan keras untuk bisa mencapai titik ini. Mereka berhasil menunda kenikmatan, ability to delay the gratitude. Ketiga, mereka semua gemar membaca. Sehingga banyak sekali hal-hal yang bisa diakselerasi pembelajarannya dengan membaca. Lalu aku belajar banyak.
Selain topik yang menarik untuk dibicarakan, dan bintang tamu yang diundang hadir, hari ini untuk pertama kalinya aku belajar bagaimana suatu acara TV diproduksi. Para penonton memiliki andil besar dalam menyukseskan acara. Kamera ada di berbagai sudut ruangan dan siap menangkap gambar terbaik dari seisi ruangan. Saat itu pula aku teringat dengan apa yang temanku ucapkan ketika pagi hari ketika acara baru akan dibuka. Saat itu aku dan temanku duduk tepat di sudut para pers meliput dan mengambil gambar. Ntah bagaimana percakapan yang aku mulai, hingga akhirnya temanku mengatakan hal ini, yang masih berbekas hingga kini.
“Ngapain masuk tv, terkenal, tapi cuma jadi penonton.”
Kalimat itu singkat dan membekas. Dan banyak benarnya.
Maka, muara dari tulisan ini hanya ingin mengingatkan diri sendiri untuk tidak merasa sangat bangga hanya karena telah dapat duduk di kursi penonton. Sudah saatnya bangun dan menyiapkan diri untuk menjadi ‘pembicara’. Agar dapat meluaskan manfaatnya ke segala arah.
Baiklah, sepertinya ini menjadi akhir cerita. Aku sudah sangat pegal-pegal dan ngantuk. Perjalanan pulang pergi Bandung-Jakarta hari ini sungguh memberi pelajaran. Alhamdulillah.
Mau nepuk kasur dan beristirahat,
25.08.2018
0 comments