facebook instagram linkedin pinterest youtube
  • Home
  • About
    • About The Blog
    • About The Writer
  • Travel
  • Youtube Channel

Cave of Hira'

Today was extremely one of the best days I've ever had since last 20 years living. Banyak sekali hal yang sekaligus Allah bayar dalam sehari penuh untukku. I feel so blessed and lucky and can't stop praised His kindness (why not everyday!). To make it easier to read, let me make them to severals sub-tittles lah yaa.

Manis itu Buah Sabar

Kemarin aku cukup puas dengan seharian yang well spent dan kerasa produktif. Pagi-pagi aku udah harus ke Kantor SF untuk ngedit video yang footage-nya udah tiba setelah dikirim dari Pulau Kalimantan, tapi aku belum bisa menyelesaikan editan karena siangnya aku dan teman-teman asrama harus ngejar jadwal tes TOEFL yang diselenggarakan gratis oleh sebuah lembaga. Sore tiba, aku dan Dias pun mengejar waktu untuk men-follow up beberapa proposal yang telah disebar beberapa minggu sebelumnya. Alhasil, setelah maghrib, ketika kami dalam perjalanan kembali ke asrama, aku iseng membuka email, teringat kali saja ada email balasan dari para calon sponsor yang masuk ke dalam saringan spam. Dan, di detik itu juga aku takjub dengan email yang masuk dan tidak terbaca olehku. Email dari Lala! Isinya perihal aku yang diberikan kesempatan untuk bisa ikut kegiatan Young on Top National Conference (YOTNC) 2018 di Jakarta, esok harinya. YAP! Aku baca berulang sambil memastikan bahwa bener, acara dimulai pukul 08.00 WIB besok. Terlepas dari pukul berapa acara dimulai, aku senang bukan kepalang. Pasalnya, kesempatan kursi gratis hanya tersedia sebanyak 20 kursi untuk seluruh XLFL se-Indonesia. Ngeliat speaker yang akan hadir, berhasil buatku ngiler dan shalawatan tanpa putus ketika selesai nge-apply diri untuk bisa dipilih ikut ambil bagian. Maka, jangan heran jika aku senang :)
Detik itu juga aku paksa dias untuk memutar haluan, menemaniku membeli tiket transportasi apasaja yang bisa aku pakai untuk tiba di Jakarta. Aku tidak berpikir dua kali, niatku sudah bulat. Baiklah, tiket kereta dipesan untuk keberangkatan 04.15 WIB esok pagi. Malam itu, aku excited bukan main, lelah seharian terbayarkan. Do you ever feel such an unexpected present comes to you without even you expect them before? That feel lah yang I feel :)

Ketemu Pak Presiden

I am not a big fans of Mr. Jokowi, literally yang biasa aja gitu. But today, after realizing I am in the same hall as him, listening to his speech directly and got my hand shaken with his was something!
I am the one who always keep the distances for not to let my skin being touched by someone non mahram (pray for me to be istiqamah in this case). But took a look by your bare eyes that the first person of your country stood exactly in front of you was something. I do regret sooo much for giving such a bad example toward everyone that view my instastory, but at the same time and moment i realize something that flips my lens.

First, it is so hard to be consistent and stand on your principle. But that hardness always tastes good in the end. Since we are living in a place full of examination, in the place we called dunya. No matter how hard, please believe me that bitter in the front is so much little than the regret you will face if you deny your own principle. Even me right now, feel so much regret for giving my hand and let someone non mahram of me touch my skin. So, don’t deny your own principles just for a temporary happiness and an only ‘kesempatan langka’.

source: unsplash.com
Second, I am addicted to the happy-excited-blessed-feeling that I got after know that I stood in front of the first person of the country and even shook his hand. It got me reflect hard towards a question I ever wonder in my own.
'What make people love to chase Jannah just because of their will to meet their God?’
I can’t even let myself remember of my old way of think, how can such questions came to my mind?
While being able to meet your eyes with the first person of a country make you pride and can’t describe the feeling, what if that happened between me and the president of every president? What kind of feeling will I exactly feel? No surprise, if people I know always catch for the good deeds and hoping to meet their God, Allah SWT, in the best condition.
Allah, how fool I am, and how kind you are to show me the right way with a very smooth warn.

Wong Ndeso.

Lahir dan tumbuh di Aceh lalu akhirnya dapat menikmati suasana kota besar di pulau Jawa adalah sumber insight yang kaya bagiku untuk melihat hidup dari berbagai perspektif. Termasuk berbagai keuntungan yang dimiliki 'orang kota' karena tinggal di tempat yang terjangkau. Teringat sekali, ketika aku masih duduk di bangku SD dan tinggal di dekat stadion terbesar di Banda Aceh. Dalam setahun kira kira hanya ada dua hingga tiga konser yang diadakan di stadion tersebut. Untuk bisa hadir dan melihat artis ibukota manggung merupakan suatu hal yang langka. Tapi, ketika aku menginjakkan kaki di pulau jawa, banyak sekali akses yang terbuka dibandingkan dulu ketika aku masih tinggal di Aceh. Aku dengan gampangnya bisa ke pesantrennya Aa Gym, yang dulu hanya bisa aku angan-angankan dimana letaknya. Lewat perantara Beasiswa Pemimpin Bangsa aku bisa bertemu dengan Pak Sandianga Uno. Kemarin sore, aku dan teman asramaku pun menemukan rumah keluarga besarnya Raffi Ahmad si artis Ibukota yang letaknya cuma 900 meter dari asramaku.
Lalu, hari ini pun aku bertemu dengan orang-orang hebat yang tugasnya bolak-balik masuk  stasiun TV untuk berbagi, Presiden RI, CEO dan founder berbagai perusahaan ternama, yang semula hanya bisa aku lihat dari balik layar TV, atau berbekal kuota untuk nge-YouTube. Ketika keputusanku untuk ingin melanjutkan kuliah di pulau jawa dulu tercetus, sungguh aku tidak pernah merencanakan akan bertemu dengan Founder Ruang Guru, CEO Tokopedia atau CEO Garuda Indonesia yang untuk dapat menaikinya saja ketika pulang ke Aceh harus menunggu hingga 3 tahun lamanya. Sungguh banyak sekali hal-hal di luar ekspektasi yang terjadi, dan semuanya adalah bagian dari rencana-Nya.

all of these speakers are crazy!
Terlepas dari berapa kali setahun artis ibukota manggung di Aceh, aku berpikir lebih jauh tentang betapa sedikitnya anak muda Aceh terekspos dan diberi kesempatan untuk bisa bertemu dengan ‘orang-orang hebat (inter)nasional’ lalu bertukar pikiran dan melihat bagaimana telah berkembangnya dunia. Or, let me expose a lil bit of my dream; ‘Dear Acehnese young, world is revolving more times now, there are still so many homework to do, set yourselves as the one who responsible of it, looking for inspirations as much as you can from people who grow earlier, and one day let me be someone who can represent you as someone who can do something beneficial very well. Don’t let the island be the limit!'

Penonton terkenal.

Pada segmen terakhir acara konferensi nasional tadi, kami diberi kesempatan untuk bisa ikut terlibat dalam syuting program Big Circle Metro TV yang mengangkat tema soal ‘Menjadi entrepreneur atau professional’. Bintang tamu yang hadir benar-benar pembicara yang terbit dari berbagai pahit getir hidup. Secara garis besar, aku menarik beberapa poin kesimpulan dari ketujuh orang yang duduk di atas panggung tersebut.

Pertama, seluruhnya dari mereka pernah gagal, dan belajar dari kegagalannya. Kedua, seluruhnya dari mereka sungguh berusaha dengan keras untuk bisa mencapai titik ini. Mereka berhasil menunda kenikmatan, ability to delay the gratitude. Ketiga, mereka semua gemar membaca. Sehingga banyak sekali hal-hal yang bisa diakselerasi pembelajarannya dengan membaca. Lalu aku belajar banyak.


Selain topik yang menarik untuk dibicarakan, dan bintang tamu yang diundang hadir, hari ini untuk pertama kalinya aku belajar bagaimana suatu acara TV diproduksi. Para penonton memiliki andil besar dalam menyukseskan acara. Kamera ada di berbagai sudut ruangan dan siap menangkap gambar terbaik dari seisi ruangan. Saat itu pula aku teringat dengan apa yang temanku ucapkan ketika pagi hari ketika acara baru akan dibuka. Saat itu aku dan temanku duduk tepat di sudut para pers meliput dan mengambil gambar. Ntah bagaimana percakapan yang aku mulai, hingga akhirnya temanku mengatakan hal ini, yang masih berbekas hingga kini.
“Ngapain masuk tv, terkenal, tapi cuma jadi penonton.”
Kalimat itu singkat dan membekas. Dan banyak benarnya.

Maka, muara dari tulisan ini hanya ingin mengingatkan diri sendiri untuk tidak merasa sangat bangga hanya karena telah dapat duduk di kursi penonton. Sudah saatnya bangun dan menyiapkan diri untuk menjadi ‘pembicara’. Agar dapat meluaskan manfaatnya ke segala arah.

Baiklah, sepertinya ini menjadi akhir cerita. Aku sudah sangat pegal-pegal dan ngantuk. Perjalanan pulang pergi Bandung-Jakarta hari ini sungguh memberi pelajaran. Alhamdulillah.



Mau nepuk kasur dan beristirahat,
25.08.2018
August 25, 2018 No comments
Kali ini, tulisan akan sedikit panjang. Aku gabungkan cerita soal harapan yang terpaksa dibuang dan realita yang  tidak pernah ada pada daftar keinginan di buku catatan sebelumnya. Semoga ada yang dapat dibawa pulang :)

oOo

Jika temen-temen berkenan nge-cek harga tiket pesawat untuk perjalanan ke Amerika, maka harga yang paling murah yang bisa didapatkan adalah sekitar 10 jutaan hanya untuk ongkos pergi. Lantas duit di rekening (hasil sponsor sementara) hanya bisa memberangkatkan seorang saja, jika dikira-kira secara teknis. Belum dengan biaya visa, penginapan, transport disana dan tiket pulang. Maka, salah besar jika teman-teman menganggap bahwa kami literally bergantung hanya pada dana-dana CSR perusahaan.

Banyak sekali hal yang telah kami lakukan, dimulai dari jualan selempang wisuda yang keuntungannya minim dan butuh kerja ekstra, hingga berkonsultasi dengan ahlinya bidang kewirausahaan bahkan beliau bersedia untuk membimbing kami dalam menghasilkan dana. Kalau dipikir-pikir sekarang, Allah telah mempertemukan kita dengan banyak ‘tangan-tangan’-Nya dan mencoba memberi penjelasan satu per satu. Dalam merencanakan proyek ngehasilin duit sambil wirausaha dengan ahlinya ini, kami bertemu dengan satu statement yang keluar dari mulut Bapak ahli. Pahit kedengarannya, namun ada aamiin yang tetap harus diucapkan didalamnya, begini katanya, “Kali aja nanti kalo usahanya jalan, malah bisa jadi jalan kalian nyetak lebih banyak uang dan lapangan pekerjaan, dan manfaat kepada sekitar, ga cuma buat jalan ke luar negeri. Toh, bisa jadi kalian gak jadi ikut konferensinya, tapi berkembang usahanya.” Tuhkan nyesek dikit, haha. Kami kan ingin dua-duanya jalan, Pak.

Perkataan sang Bapak Ahli sedikit banyak ada benarnya juga. Bahwa kita harus menyisipkan ikhlas dalam dada jika pengharapan tidak dikabulkan, atau diganti dengan yang lain. Sambil tetap berharap yang baik-baik. Belajar ikhlas, belajar tawakkal. Karena ilmunya doa juga berkata demikian, tidak serta merta doa dikabulkan sesuai dengan yang kita pintakan, jawabannya bisa jadi; Iya, sekarang. Iya, nanti. Iya, diganti dengan yang lebih better.

Dan, hingga kurang dari seminggu dari jadwal keberangkatan, setelah menunjukkan ilmu ikhlas, ilmu tidak menunda, ilmu berusaha hingga batas waktu, serta ilmu tidak jemu berdoa, akhirnya Allah berikan jawaban agar dengannya kami bisa menentukan arah yang harus dilaksanakan. Jawaban doa saat itu adalah, iya yang kedua dan ketiga, yang ntah kapan nantinya, yang ntah bagaimana gantinya.

Kurang dari seminggu dan baru mempersiapkan visa ke Amerika adalah hal yang ceroboh. Walaupun sudah mengira-ngira konsekuensi yang akan kita hadapi, tapi tetap saja ada rasa kecewa yang muncul ketika tau jadwal wawancara untuk visa hingga hari keberangkatan telah fully booked seluruhnya. Sepertinya, sudah waktunya, untuk berpisah dengan Amerika. Kami hanya harus tinggal memikirkan untuk mengembalikan dana sponsorship yang telah diterima lalu berjuang untuk negara lain yang lebih feasible untuk disinggahi. Toh, dari awal aku telah menyangka bahwa Amerika itu terlalu hebat dan mempesona.

Masa-masa transisi antara menerima realita dan merencanakan ekspektasi baru, terasa lebih lama. Kami memiliki janji  masing-masing yang harus ditepati, maka perjuangan tidak boleh berakhir disini. Walaupun, kami masih belum tau harus bagaimana setelah ini, tapi kami tetap saja menawarkan selempang-selempang wisuda, kami tetap mencari konferensi menjanjikan apasaja yang bisa dilamar, kami tetap saja mencari peluang usaha yang dapat menghasilkan uang. Hingga ujungnya, satu puncak yang harus diperhatikan, soal hubungan kita dan Pemilik Semesta.


source: writer gallery :)

Seorang kenalan pernah berkata begini ketika dia mengetahui aku berencana untuk mengunjungi benua Amerika bareng Teh Juan, yang sudah sungguh berpengalaman dalam hal peng-konferesi-an. Begini katanya, “Bareng Teh Juan, Al? Pasti berangkat sih.” Beuh, pertama kali mendengar ucapan itu aku senang bukan kepalang, merasa sangat beruntung dibandingkan yang lain. Tapi ternyata, plot twist terjadi 180o dan kembali aku dapatkan satu pelajaran yang sungguh menyentil akibat berharap dengan sungguh-sungguh kepada manusia yang cukup lemah dan tidak tahu apa-apa, dan agar hanya melangitkan harap kepada Dia.


oOo

Berita gembira hadir kembali setelah sekian lama aku menyimpan tulisan ini. Takut jika sewaktu-waktu kita tidak benar-benar menuju Amerika. Namun, akhirnya aku paham dengan judul tulisan yang aku buat sendiri ini. Bahwa, catatan menuju Amerika adalah catatan yang memberi pelajaran--bahkan ketika masih 'menuju'. Maka tidak boleh resah jika sewaktu-waktu tulisan ini tidak bisa menjadi 'Catatan selama di Amerika'.

Namun, Allah memang bersama mereka yang berusaha dan bekerja keras.
Singkat cerita, akhirnya kita diberi kesempatan untuk andil di Konferensi lainnya, dengan tema yang tidak jauh berbeda dan maha hebatnya adalah, tempatnya tetap di Amerika. Bahkan jika sebelumnya kita berencana hadir di konferensi yang bertempat di San Diego, California, USA. Sekarang, kita berkesempatan untuk mengikuti konferensi yang dilaksanakan di Harvard Medical School, Boston, Massachusetts, USA.

Iya, Harvard. Sekolah impianmu juga ya?

Kali ini, kami sudah belajar banyak harus bagaimana. Hal-hal 'dasar' dianggap sudah harus tanggap. Namun, ada hal dasar yang harus terus-menerus diperbarui, perihal niat. Sulit memang, hingga berbulan-bulan kami telah diajarkan untuk meluruskan niat hingga puncaknya ketika keputusan tidak jadi berangkat pun bulat. Maka kali ini, tentu niat yang berbelok dahulu itu harus kembali dibenarkan. Agar Dia tidak 'ragu' memberikan kata kun fayakun untuk kita ke Amerika. Niatkan, hanya karena Allah. Jika kamu ingin ikut konferensi ilmiah karena ingin mengkontribusikan ilmu pengetahuanmu, maka niatkan itu karena Allah, karena agama Allah, karena titel muslimmu. Jika kamu ingin keliling dunia, maka niatkan itu karena Allah, karena ingin melihat kuasaNya menciptakan bumi yang sungguh luas dan beragam.

Jika teman-teman bertanya, hal apa yang harus dipersiapkan setelah niat? Maka aku akan menjawab, amal yaumi, yap, ibadah yang harus dijaga rutinitasnya.
Kali ini kami tidak ingin kecolongan lagi. Pada kesempatan sebelumnya, ikhtiar menuju Amerika sudah sedikit banyaknya menanamkan kebiasaan untuk rutin shalat dhuha, sedekah dan qiyamullail. Berbagai metode kita pakai agar shalat dhuha terlekat menjadi kebiasaan, dimulai dari pengingat dan laporan rutin, denda duit yang ga nanggung-nanggung nominalnya, hingga ancaman 'gak jadi berangkat' yang ternyata beneran kejadian.

Namun, pada kesempatan kali ini, pembuktian telah merutinkan ibadah tidak lagi harus karena orang lain, atau karena tidak ingin kehilangan nominal karena denda, atau karena alasan-alasan keduniaan lainnya. Perjalanan ini (jika Allah izinkan) haruslah menjadi titik balik, harus menjadi titik tumbuhnya iman dan titik tumbuhnya taqwa.

Maka, jika kamu memiliki impian untuk keliling dunia namun tidak tau harus memulai darimana, maka aku sarankan untuk meluruskan niat, lalu perbaiki ibadah. Rutinkan yang wajib, lalu tingkatkan kualitas, lalu rutinkan yang sunnah, lalu tingkatkan kualitasnya, lalu minta kepada Allah agar menjaga ibadah ini, agar Dia jadikan itu kebiasaan, agar ia bantu luruskan niat ibadah menjadi karena-Nya.

Jika menurutmu, hal yang aku paparkan di atas terdengar cliche. Aku setuju.
Tapi percayalah, aku telah melewati fase itu, fase meragukan bahwa ibadah adalah salah satu bentuk ikhtiar. Namun kini, gadis yang meragukan itu hanya bisa manut-manut kecil dan mengiyakan, bahwa tiada daya dan upaya yang dapat diusahakan kecuali dengan kuasa Allah. Dan bagaimana mungkin berani meminta Allah untuk mewujudkan suatu jalan, jika menuju kesana saja kita enggan, malas-malasan, tidak mau berusaha bangun tengah malam, lalu berdoa panjang-panjang, merayu-Nya.

Lalu, akhirnya aku tiba di titik ini, satu bulan tepat sebelum benar-benar terbang ke bumi bagian sebelah sana. Dengan tabungan yang belum bertambah ukuran nominalnya, namun semoga dengan iman dan keyakinan kepada Allah yang jauh berlipat dibandingkan sebelumnya.


Doakan agar Allah izinkan, semoga.
August 17, 2018 No comments
Pernah aku tuliskan sebelumnya disini, bahwa aku adalah penerima manfaat Beasiswa Pemimpin Bangsa oleh Sinergi Foundation. Sebuah program yang dirancang untuk mencetak pemimpin berkarakter melalui program beasiswa yang diberikan selama 8 semester perkuliahan, ditujukan kepada mereka yang memiliki kendala di sektor ekonomi. Setelah membaca tulisan yang aku tuliskan tepat setahun yang lalu itu, asli bikin aku senyam-senyum sendiri. Betapa banyak pelajaran yang dititipkan selama bertahun-tahun aku memiliki predikat penerima manfaat BPB ini. Like, perjalanan menuju ke titik ini sungguh lika-liku dan gak pernah ada di ekspektasi aku sebelumnya.

Lucu aja, baca-baca ulang tulisan yang aku tulis ketika sedang capek-capeknya, dengan emosi dan hikmah yang dicoba dikait-kaitin wkwkwk. And look at us now, we changed a lot! Dari berbagai aspek.

Jika dulu untuk bisa nyampe ke Jatinangor, setiap pagi harus naik angkot dari jam setengah 6 subuh kurang, supaya jam 6 nya bisa ngejar damri di simpang Katamso. Akhirnya, setahunan terakhir kita kedatangan gojek dan grab yang buat kita bisa lebih luang siap-siap ke pool damrinya langsung, gak perlu memperhitungkan lama dan gak pastinya si angkot ngetem. Kalau dulu, untuk naik travel kalo baliknya udah malam harus mikir 1453 kali, tapi sekarang karena paginya kita naik bis gratis, ongkos pagi bisa kita alokasikan untuk biaya travel malamnya. Gak harus motong jatah uang jajan hari esok, gak harus berjam-jam nungguin bis Bandung-Cirebon yang gak datang-datang, atau gak harus ketipu sama mang angkot di terminal Cicaheum yang katanya angkotnya gak bakal ngetem tapi malah nyaris setengah jam berhenti nungguin penumpang yang lain, padahal di waktu yang sama ruang obrolan di LINE sudah penuh sama temen kelompok yang nagihin tugas.

Kita yang jadikan kesempatan itu ada.
Awal sekali masuk asrama beasiswa, teman-temanku masih 'kaget' sama peraturan yang buat kita harus berpakaian islami, apalagi kalo mau datang ke kantor beasiswa. Temenku paling malas dipaksa pake rok, sudah nyaman dengan legging dan jeans-nya. Bukan berarti menolak, dia yang jadikan kesempatan itu ada. Liatlah temanku itu sekarang, sudah cantik di balik gamis dan roknya yang tetap modis. Heran dan gak habis pikir dengan dirinya yang dulu.
Lalu ada lagi, temanku yang lain. Paling senang memakai kerudung paris yang setipis jaringan santan di dapur. Sekarang, doi jadi bosnya produk kerudung syar'i yang udah dibeli sama siapa aja. Allahu akbar!
Satu lagi dari sekian banyak. Temenku yang dulunya paling bocah dan yang paling gak bisa dibilangin, sekarang tetap masih bocah, tapi jadi orang yang paling seneng ngingatin hal kecil yang sering terluput oleh ingatan. Diingatkan agar pakai kaos kaki walau hanya ke warung depan, diingatkan kalau ngelipat kerudungnya kependekan, diingatkan kalau belum dhuha.
Lalu perlahan-lahan, kita yang buat kesempatan berubah menjadi lebih baik itu ada. Kita yang harus cari lingkungan kondusif dan mendukung itu ada. Wait, am I crying?!


please welcome; my hero di pulau Jawa <3

Hal di atas bisa aku tuliskan di laman ini, karena hal yang sederhana.
Beberapa hari yang lalu, mamak bercerita bahwa begitu banyak temannya yang sedang ngos-ngosan nyari biaya pendidikan untuk anaknya yang juga merantau ke pulau Jawa.
Beberapa hari yang lalu pula, om Muksal bertanya soal perkualiahanku. Beliau sudah tidak sabar ingin menjadikan aku apoteker penanggung jawab di apoteknya, alamak!
Beberapa hari yang lalu pula, ketika aku pulang ke rumah minek(re: nenek) di kampung. Bertemu dengan teman bermainku dulu yang sedang kesulitan menyelesaikan skripsinya dan memilih bekerja kasar saja dibanding melanjutkan kuliah.
Beberapa hari yang lalu pula, dengan mata kepala sendiri aku melihat betapa banyak hal yang harus ditingkatkan di Aceh. Sudut pandang dan stigma yang harus diluruskan.

Benar katanya.
Jalan yang jauh, jangan lupa pulang.

Akhir-akhir ini entah mengapa sulit sekali mencari motivasi untuk kuliah dengan giat dan semangat. Namun pulang ke rumah sedikit banyaknya membuat kita sadar akan banyak hal. Soal niatan di permulaan, soal titik-titik hidup yang dicoba hubungkan, soal kebiasaan baik yang dicoba untuk dipertahankan, soal realita yang luput tertangkap oleh mata, soal syukur dan nikmat yang banyak didapatkan, soal ekspektasi dan harapan yang masih digantungkan, soal doa yang selalu menjadi teman di perjalanan.

Untuk bisa tiba di titik ini, ada banyak sekali skenario-Nya yang tidak pernah diimpikan sebelumnya.
Banyak hal yang harus aku syukuri dibandingkan mengeluh karena sedikit rintangan yang harus diperjuangkan. Bisa bertemu dengan orang-orang hebat dan menghebatkan di atas, bisa bersusah-susah menjadi mahasiswa, bisa bertemu dengan segala rupa alur kehidupan yang tidak disangka sebelumnya. Alhamdulillah.



Banda Aceh, sedang liburan.
Semoga selalu menjadi hamba yang syukur,

Alya
August 17, 2018 No comments
Newer Posts
Older Posts

Blog Archive

  • ►  2020 (2)
    • ►  August (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2019 (1)
    • ►  January (1)
  • ▼  2018 (7)
    • ►  October (2)
    • ▼  August (3)
      • Ketemu Pak Presiden (w/ broken english)
      • Catatan Menuju Amerika - part 3
      • Menjadi seorang Penerima Manfaat - part 2
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2017 (2)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)

Labels

China Reflections Student Life travel USA

Popular Posts

  • Catatan Menuju Amerika - part 3
  • Catatan Selama di Amerika #3 - Bertemu
  • Catatan Selama di Amerika #1 - Review BCIA
  • Catatan Menuju Amerika - part 2
by Alya Mahira Kudri. Powered by Blogger.

Hey!

Hey there!
Thank you for visiting. Hopefully, you'll take something good from this page. If you think something here would help someone out there, please do share it forward. Subscribe to be the first to know whenever I've updated my blog :)

Follow Me

Created with by ThemeXpose