Menjadi Seorang Penerima Manfaat - part 1

by - September 18, 2017

Mungkin ini belum ada apa-apanya. Apalagi kalo dibandingin sama nektu-minek paknek-mama ayah punya cerita.
Sepertinya ini udah sangat banget mudah--ga ada apa-apa.
But still, untuk mengenang masa-masanya aku sebagai mahasiswa. I'll try to write something about my life as a college student.

Aku adalah seorang penerima manfaat beasiswa suatu lembaga yang didapatkan setelah melewati berbagai tahapan tes. Mulai dari seleksi berkas, wawancara, fgd dan diskusi. Hingga akhirnya pengumuman diterima sebagai penerima manfaat beasiswa ini pun menjadi suatu kabar baik tak terkira.

Tahun pertama kuliah aku lewati dengan tinggal di asrama padjadjaran 3 (AP3), asrama kampus yang diwajibkan untuk para mahasiswa fakultas farmasi unpad tahun pertama.
Poin pentingnya adalah ketika naik tingkat 2 yang berarti aku harus udah caw dari AP3. Dan satu satunya pilihan adalah melanjutkan hidup untuk tinggal di asrama beasiswa. Asramanya layak tinggal. Bahkan sangat layak, harusnya. Bentuknya yang memang rumah banget memberi kesan betah.

photo: pinterest.com


Namun yang jadi masalah, eh bukan masalah, tantangan, adalaaah....

Jaraknya yang jauh dari kampus. Waktu tempuh minimal 1.5 jam perjalanan, jika tidak macet dan si kendaraan umum tepat waktu. Atau 1 jam jika beruntung. Sehingga mengharuskan kami sudah berangkat meninggalkan asrama 2 jam sebelum waktu yang ditentukan.


Mungkin untuk beberapa orang 'luar' yang ngeliat kehidupan aku selama di kampus akan berpikir, bahwa aku memiliki hidup yang paling mulus sedunia *lebai*. Biaya kuliah terjamin, setiap bulannya mendapatkan pemasukan dari non ortu, dapat pembinaan rutin dan ketemu sama banyak tokoh ketje.
But still, dont judge a book by its cover :)
Padahal da cover nya juga ga mulus-mulus banget hehe...

Aku sudah diharuskan terjaga pukul 04.00 AM untuk bersiap-siap lebih awal, jika tidak ingin antrian mandi memanjang, dan berimbas ke ketinggalan bus umum nantinya. Padahal terkadang baru kembali tiba di asrama pukul 10-11 malam, belum dengan konten tepar dan tugas kuliah yang menggunung.

Normal sih, jam 4 doang, tapi kerasa banget bedanya ketika sekali-kali aku mencoba menginap di kontrakan temen yang domisili di Jatinangor dan melihat mereka baru terjaga pukul 06.00 wib lalu terburu-buru shalat subuh jam segono, which is di asrama, aku diwajibkan untuk shalat subuh di mesjid tepat setelah adzan. Kalau dipikir-pikir, aku harusnya tidak berhenti bersyukur karena poin ini.

Barang bawaan kuliah yang gak cukup jika hanya menggunakan tas gaya-gayaan yang cewe banget, karena telah merangkum barang bawaan seharian. Teliti itu wajib, jika ada yang terlupa untuk dibawa, maka risiko tanggung sendiri :")
Atau ketika jadwal kelas dan praktikum kurang bersahabat. Kelas pertama dimulai pagi-pagi pukul 8 hingga pukul 10. Sedangkan kelas kedua baru dimulai pukul 3 siang nanti. Alamak. Numpang menghabiskan waktu dimana coba!
Terus-terusan di kosan temen juga gak enak, tapi ngelantung tanpa tujuan juga gak produktip diantara waktu-waktu yang sempit. Karenanya, kita suka mengklaim Masjid Raya Unpad sebagai kost-kostan pribadi. Seenak hati memang.

Belum lagi jika praktikum jam 7. Aku diwajibkan tiba di lokasi lebih awal. Memaksa kita untuk mengeluarkan kocek lebih, demi ketidakterlambatan. Eh, tibanya di ruang lab, selanjutnya adalah dimarahi dari berbagai penjuru karena berbagai hal. What a fate :")

Berbicara soal ketidak-pastian. Adalah ketika kegiatan keorganisasian mewajibkan rapat hingga nyaris tengah malam. Iya, memang hal itu dikaitkan dengan prioritas. Tapi terkadang dilemma yang melanda kurang manusiawi. Antara balik lebih awal namun tidak akan sama output kontribusi dengan teman yang lain, atau bertahan hingga penutupan sambil berdoa para penyedia jasa travel ke Bandung masih terbuka. Atau pernah keduanya, jam 11 malam seorang cewek masih terluntang-lantung tidak tau harus numpang tidur dimana. That's life!

But still, it such an incredible experiences. Dimana gak semua mahasiswa bisa merasakan 'bersusah-susahnya' hidup menjadi mahasiswa yang sebenar-benarnya berdikari.

Dear, Alya.
Believe, it's worth it in the end :)

You May Also Like

0 comments